Monday, 9 November 2009

Kenyataan yang jaraknya tidak lebih dari sejengkal tangan mungil.

Tulisan Mas Andri tentang Gizi dan Human Development Indonesia ini baru benar2an idi telaah saat masa tenang beberapa hari yang lalu. Tulisan yang ringan dan mudah dimengerti itu cukup membuka mata dan hatiku akan betapa ‘keras’ nya hidup bagi anak – anak di negeri tercinta ini.

Bagaimana tidak, mereka tidak hanya harus berjuang melawan kerasnya khidupan di dunia luar sana tapi juga berjuang untuk meyakinkan orang tua mereka yang ternyata masih sangat mempertimbangkan dan memperhitungkan kasih sayang yang mereka beri untuk anak mereka……… terhadap anak kandung mereka…. Anak yang lahir dari darah daging mereka sendiri.

Tidak harus dalam hal2 prinsipil………………. Dalam hal yang paling meenggasar dan fuenggamental seperti memberikan makanan bergizi untuk pertumbuhan dan perkembangan otak dan fisik anaknya pun masih ada seribu pertimbangan lho. Apalagi dalam memberikan bekal pendidikan demi masa depan anaknya.

Apa yang akan terjadi saat pendidikan dan makanan harus dipilih salah satunya? Mana yang mesti didaluhukan? Kalo ada pilihan makan seadanya dan memberi pendidikan seadanya …… mungkin itu yang akan menjadi pilihan banyak orang tua saat ini…………………

Pagi ini Pak Joko hadir ke ruanganku………….. awalnya kita hanya ngobrol sana sini tentang keinginan beliau mengikutkan putranya (yang baru duduk di bangku SMP ) untuk kursus. Aku hanya tersenyum saat mendengar alasan beliau. “ biar engga banyak maen deh mba…..”
Apa yang salah dengan banyak maen selama bisa membagi waktu ……… iya kan?

Tapi ekspresiku berubah 180 derajat bagai disambar petir di siang bolong, .saat beliau bercerita tentang lingkungan tempat tinggalnya. Lokasinya yang hanya 100 meter dari sebuah perguruan tinggi ternama di bogor bagaikan terletak 1000 tahun deh.
Disana banyak anak putus sekolah hanya karena orang tuanya lebih memilih mencari biaya makanan daripada pendidikan……
Sayang biaya untuk makan ini pun bukanlah untuk memberikan makanan bergizi bani putra putrid mereka. Banyak dari mereka kalo diminta memilih beli baso dengan harga Rp. 5.000 / mangkok atau membayar Rp. 5000/ bln untuk membayar sekolah sederhana. Para orang tua itu lebih memilih uang Rp. 5.000 tersebut untuk membeli baso setiap hari.

(Kalo 1 keluarga berjumlah 3 atau 4 orang dan masing2 membeli baso Rp. 5.000/ mangkok. Berarti biaya yang dikeluarkan keluarga itu Rp. 15.000 – Rp. 20.000 hanya untuk sekali makan. Selama 1 bulan ( 30 hari ) berarti sekitar Rp. 600.000.
Aoakah dengan Rp. 450.000 – Rp 600.000/ bln masyarakat menengah ke bawah masih belum bisa memenuhi kebutuhan gizi putra putrinya? Apakah menu tahu tempe, sayur masih sulit dipenuhi. Atau telur, sayur sederhana dan buah seperti pisang dan pepaya juga tidak mungkin hadir di meja makan mereka? ).

Melihat kondisi yang memprihatikan ini, Pak Joko dan beberapa rekannya memcoba memberikan sedikit solusi dengan mendirikan sekolah sederhana setingkat TK dan PAUD . Menurut beliau mudah2an bisa membantu putra putrid di situ untuk bisa meenggapatkan pendidikan deh…….. Ternyata siswa yang hadir di sekolah tersebut cukup banyak. Meski kebanyakan dari mereka akhirnya tidak juga melunasi uang sekolah hingga akhir masa belajar.
Jadi pembayaran gaji para pengajar di sekolah itu dilakukan di awal tahun ajaran……. Saat penerimaan siswa baru, saat uang masih utuh belum tercuil sedikitpun untuk kebutuhan operasional. Para pengajar di sekolah tersebut umumnya adalah mahasiswa ….. ya isenk – isenk berhadiah deh. Dengan mengajar ngaji dan berhitung mereka akan meenggapat Rp. 50.000/ bln.

Untuk menutupin kekurangan biaya disana sini, Pak Mrjono mengajukan dana bantuan dan Alhamdulillah kami dapet bantuan Rp. 3.000.000 … memang masih kurang sih, tapi lumayan deh daripada tanpa bantuan itu. Namun sayang sekolah sederhana itu sudah tinggal kenangan.

Seiring dengan semakin banyaknya jumlah siswa yang hadir, pihak yang menyewakan tanah dan bangunan seperti juga punya pemikiran lain. Akhirnya Pak joko dan rekan2nya diminta segera menutup sekolah tersebut dan angkat kaki dari lahan tersebut pada hari itu juga.
Sekarang lahan itu memang tetap jadi sekolah tapi sekolah komersil.

Saat mendengarkan Pak joko cerita……………. Pikiranku menerawang jauh ke file memori dimana semua yang mas andri tulis itu memang sebuah kenyataan yang tidak hanya terjadi di pelosok tapi juga di tengah kota besar bahkan didekat perguruan tinggi terkenal yang mempunyai jurusan ilmu kesejahteraan keluarga dan gizi masyarakat pula. Bahkan mahasiswa nya pun banyak sekali kost di daerah tersebut

No comments: