Thursday, 29 January 2009

Pergeseran budaya atau individualisme atau malas?

dua hari yang lalu idi terlibat obrolan seru dengan seorang mahasiswa.

Mahasiswa tersebut sangat agamis, bersahaja ramah dan sangat welcome.. Pagi harinya dia memang sempat datang ke ruangan idi tapi saat itu idi sedang terima telp, jadi ya sekilas kesan pertama yang idi dapatkan.

Idi pikir dia akan tes pagi itu seperti janjinya pada mba nur……. Ternyata dia mengundurkan waktu tes karena mereasa belum siap. Akhirnya jam 13.30 dia datang lagi untuk tes.

Nah……. Setelah dia selesai tes, dia sangat menggoda untuk diajak ngobrol hehehe. Karena dia membuka obrolan dengan “ aduh … pusing euy bahasa Inggris teh. Untung nda ada nilai yang mesti dicapai sebagai syarat kelulusan.” Di beberapa fakultas di IPB, memang disyaratkan mempunyai nilai TOEFL tapi tidak ada nilai minimal yang harus dicapai. Jadi TOEFL prediction test itu hanya sekedar pelaengkap yang tidak melengkapi juga J.

Lanjut lagi ya ke obrolan seru…….. sebut saja nama mahasiswa itu adalah A.

Sedikit idi mulai berceloteh tentang kepentingnya bisa bahasa Inggris dan komunikasi ( meski jujur … idi sendiri bukan orang yang expert dalam berbahasa asing dan komunikasi). Tapi cukup menyakinkan kok untuk bisa meyakinkan orang hehehe. Obrolan berlanjut ke bidang pertanian dan skill mahasiswa dalam dunia pertanian sebagai almamater pilihan mereka ( baik terpaksa maupun karena minat ataupun karena ketidaktauhuan ).

Obrolan terus berlanjut sampai mba nur mulai menyampaikan keluh kesah warga sekitar kampus ( bara, bateng, balebak dan balio). Warga mengeluhkan sikap, polah, tingkah mahasiswa yang dari tahun ke tahun yang semakin semaunya sendiri, seolah mereka bukan hidup di dalam masyarakat dan sejenisnya. Mba nur cerita dulu waktu mba nur SD ( sekitar tahun 1980an akhir) mahasiswa itu sangat berbaur dengan warga sekitar. Dari hanya memberikan bimbingan belajar gratis pada anak2 warga sampai memberikan penyuluhan tentang bagaimana bertanam di lahan sempit, memelihara ikan meski tidak ada lahan untuk membuat kolam bahkan bagaimana memberdayakan pemuda sekitar agar bisa kreatif.

A seperti mahasiswa kebanyakan hanya terkesan dan terkesan sambil memberikan argument……

- “ ya… gimana ya mba dulu mungkin mereka nda sesibuk kita kuliahnya.”

- “ mungkin hanya terjadi pergeseran budaya aja. Dulu mahasiswa bisa menyatu sekarang lebih mengutamakan ke individualismeannya.

- “ iya sih mba……. Mungkin kita sekarang emang lebih malas bersosisalisasi dengan masyarakat sekitar karena kan kita mesti belajar mati- matian agar hidup kita bisa sejahtera. Kalo bersosialisasi dengan masyarakat sekitar memangnya bisa sejahtera ya mba?”

Mba nur sang juru bicara balio langsung memberikan beberpa bukti kesejahteraan bagi mahasiswa yang bisa berbaur dengan warga. Dari urusan makanan yang selalu dikirim warga, hasil panen yang selalu dibagi kemahasiswa, bahkan kalo mahasiswa kemalingan… seluruh warga akan bantu nyari malingnya dan biasanya ketangkep. Trus hukumannya maling itu disuruh makan nasi sebakul gede………( ada – ada aja ya).

A sang mahasiswa tingkat akhir ini pun terlihat tidak percaya.

Mba nur bilang, “ sekarang sih bimbingannya hanya ngaji aja itu pun dilakukan oleh partai politik yang banyak diikutin oleh mahasiswa”.

Akhirnya mba nur nanya , “ di kampus masih ada ga program pengabdian pada masyarakatnya?”

Dengan bangga sang mahasiswa menjelaskan…… “ ada kok di BEM itu ada, di Al Hurriyah juga ada program kakak asuh”. Kalo di BEM kita pengabdian ke desa galuga ( leuwi liang).”

Idi cuma nyengir . “ waduh jauh banget ya….. kenapa ga ke daerah sekitar kampus aja?”

“ iya… di wilayah balebak, balio , cangkurawok, carangpulang tuh kan banyak banget anak2 yang putus sekolah dan bla, bla,bla,bla.” Sambung mba nur.

Jujur .. idi kaget banget deh dengernya. Yang bener aja…… di wilayah dekat kampus ternama di Indonesia gitu lho masih ada warga putus sekolah, gizi buruk, orang2 buta huruf. Aduh kok ngeri banget sih.

Lucu kan BEM kampus tersebut melakukan aksi peduli dan pengabdian masyarakat ke wilayah leuwi liang sementara mereka melupakan daerah tempat mereka kos dan bertempat tinggal.

Menurut mba nur………. Mahasiswa dan warga sekarang udah ga harmonis lagi. Mahasiswa lebih mementingkan diri sendiri ( seperti yang mahasiswa A bilang). Bahkan untuk senyum pada warga pun seolah mereka enggan.

Mantep banget kan mereka tinggal di daerah warga tapi serasa di lokasi itu hanya ada mereka aja. Dengan sikap mahasiswa yang seperti itu maka warga pun jadi cuek dan sabodo teuing deh sama mahasiswa.

Apakah pola hidup seperti ini yang patut dijunjung bila kita hidup di lingkungan orang lain? Mahasiswa kost atau ngntral rumah di tempat tinggal wilayah warga itu kan sama aja dengan tamu. Dimana2 tamu itu harus tau unggah ungguh, bukan tuan rumah yang membuka komunikasi tapi tamu juga harus membuka diri. Kebayang ga kita nginep di rumah salah satu temen kita trus kita dicuekin? Apa rasanya sih?

Idi jadi inget kalimat dari mas micky… “ dimana bumi di pijak disitu langit di junjung.”

Apa artinya ya?
Sikap mahasiswa masa kini seperti yang mba nur cerita dan diiyakan oleh A sang mahasiswa tingkat akhir itu sebenarnya gejala apa sih? Pergeseran budaya/ meningkatnya individualisme/ males?

A lalu berpikir… gimana cara menyadarkan mereka ya……

Idi coba kasih sedikit pencerahan aja. Kita adalah mahluk ciptaan Alloh, kita dilahirkan ke dunia itu kan dengan tugas. Salah satu tugas kita adalah membagikan kasih sayang Alloh kepada sesama manusia dan lingkungan kita. jadi kenapa mesti bingung untuk menyadarkan orang2 yang individeualisme tapi sangat taat beribadah tersebut. Ajak mereka merenung, kembalikan mereka pada kodratnya sebagai ciptaan Alloh dan ingatkan akan tugas mereka di dunia. Simple kan.

Ya mudah- mudahan lah kalo udah disadarkan apa tugas kita sebagai manusia, kita bisa membuka diri untuk bersosialisasi, berbaur dnegan warga sekitar, saling tolong menolong dan melakukan banyak kebaikan.

Awalnya mungkin agak susah karena memang susah untuk memulai sesuatu yang baru ( meski sebenarnya dulu pernah ada). Tapi kalao tidak pernah dimulai ya kita tidak akan pernah memulai dan mengetahui hasilnya.

No comments: